Short Story : Can I?

Cast : EXO’s Xi Luhan | OC

Genre : Friendship | Romance

Length : One shoot

Disclaimer : Luhan milik SM Ent. May be oneday he is mine :p. Don’t copypaste please! Alur dan OC milik saya. Kesamaan jalan cerita dan lain-lain hanya kebetulan. Cerita ini juga pernah saya post di fanfiction.net

A/N : hohoohohooho akhirnya aku balik setelah hiatus yang lama! Kembali ngepost dengan salah satu ff 🙂 semoga suka yaaa

 

                                                                                                          |

 

“Apa aku bisa?” ia mengutarakan pertanyaannya pada Luhan. “Tergantung? Lihat, apakah sudah sanggup? Apakah sudah bertekad?”

“Entahlah, aku hanya…merasa‒” ia terdiam, lalu melanjutkannya, “‒sering teringat.”

Luhan menyandarkan tubuhnya senyaman mungkin pada pohon besar di taman komplek, tempat itu tampak sepi dan hanya ada mereka berdua, “saranku, alihkan saja  pikiran mu,” lanjut Luhan.

“Mengalihkan? Seperti?”

“Ya, mengalihkan pada sesuatu yang lebih penting, misalnya…aku?” jawabnya enteng.

Gadis itu melihat wajah lawan bicaranya dengan malas, “jangan bercanda, Luhan. Aku sedang tidak ingin bercanda.”

“Aku serius! coba sesekali kau melihat kebelakangmu,” kini Luhan mengarahkan pandangannya pada gadis disampingnya, “jangan hanya terpaku pada punggung orang di depanmu yang tak pernah sekalipun menoleh kerahmu,”  Gadis itu terdiam, ia seperti tertampar oleh kata-kata Luhan barusan.

“Kalau aku menoleh, apa benar-benar ada orang dibelakangku?” gadis itu menghela napas panjang, ragu sekaligus ingin memutuskan langkah selanjutnya. “Tentu, tanpa harus menyapanya kau akan di datangi olehnya. Seperti yang aku bilang, kau hanya perlu berbalik ke belakang,” ujar Luhan mantap, sudah berapa lama ia meyakinkan gadis ini untuk tidak selalu berlaku sama‒terpaku pada seseorang yang tak mengubrisnya sedikitpun. Luhan bukan tidak suka menjadi tempat yang dituju gadis itu kala ia patah hati karena orang lain. Luhan terlalu sakit melihat gadis itu menangis.

Luhan melihat langit disekitar mereka mulai gelap, ia melirik jam tangannya yang sudah mengarah ke angka enam, “pantas gelap,” pikirnya. Ia bangkit dari duduknya lalu menepuk bekas-bekas tanah yang menempel dicelananya. “Baiklah, sepertinya malam ini aku harus merenung dengan baik dan dalam. Apakah aku tetap memandangi pungung orang di depan ku atau segera berbalik ke arah belakang ku,” ucap gadis itu diiringi tawa halusnya.

Sebelum benar-benar beranjak dari situ Luhan kembali meyakinkan lagi gadis yang telah mendewasa bersamanya itu, “Terserah kau, jangan sampai kau terbebani. Tidak ada yang memaksamu disini, benar-benar tanya hatimu. Orang dibelakang mu tetap akan menunggu.”

Gadis itu tertegun, masih ragu. “Ayo kita pulang, langitnya sudah gelap sekali,” ajak Luhan, gadis itu mengangguk dan segera mengambil helmnya. Mereka pun segera melesat dari taman itu dengan motor sport Luhan.

Disenja itu tersisa satu pertanyaan yang belum terjawab untuk gadis itu, “apa kau orang yang ada di belakang ku, Luhan?”